Pages

Minggu, 02 Maret 2014

Walaupun seorang tentara atau prajurit tidak menghendaki perang dan pertumpahan darah, karena dia pada waktu itu sudah berada di medan perang, maka mau atau tidak mau, aksi angkat senjata harus tetap terjadi

Benarkah membunuh adalah sifat dasar manusia?
Reporter : Dwi Andi Susanto
Jumat, 16 Agustus 2013 13:12:00
Perang di Mesir © Theatlantic.com


Tidak hanya di Palestina atau negara-negara lain, kekerasan yang mengakibatkan banyak orang terbunuh baru-baru ini terjadi di Mesir. Kenapa manusia (terkesan seperti) memiliki sifat ingin saling bunuh antara satu dengan lainnya?

Selepas Presiden Muhammad Mursi dikudeta militer pada 3 Juli lalu karena menolak lengser, para pendukungnya terus menggelar unjuk rasa menuntut dia dikembalikan sebagai presiden. Hingga usai Idul Fitri, para pendukung Mursi terus berdemo bahkan dengan mendirikan tenda-tenda di luar rumah di Ibu Kota Kairo. Militer Mesir mendesak para pengunjuk rasa mengakhiri aksi mereka. Karena tetap tak mau membubarkan diri akhirnya kemarin militer Mesir dan pasukan keamanan membubarkan paksa para demonstran yang menggelar tenda di dekat masjid Rabiah al-Adawiyah.

Puluhan bahkan ratusan orang dilaporkan tewas dalam kejadian berdarah itu. Sejumlah saksi menyebut mereka melihat pasukan penembak jitu menembak para demonstran. Ikhwanul Muslimin mengklaim korban tewas mencapai 2.300 orang. Sontak saja, banyak negara di dunia terutama Indonesia dan Amerika Serikat mengecam aksi brutal militer terhadap para demonstran. Berkaca pada kerusuhan yang akibatkan korban nyawa di Mesir atau juga di negara-negara lain, kenapa sebagai sesama manusia, aksi saling bunuh kerap terjadi?

Dari sebuah forum umum di Yahoo!Answer Inggris-Irlandia, ada sebuah komentar yang cukup masuk akal. Manusia saling membunuh antara satu dengan lain karena berbagai alasan.  Perang muncul karena ketidakadilan, wilayah, otoritas, kekuasaan, uang dan lain sebagainya. Manusia memiliki sifat seperti halnya primata lainnya yaitu menghargai dan melindungi kelompok atau juga diri sendiri sebagai individu. Ketika ada pelanggaran terhadap 'wilayah' individu atau juga kelompok yang dilindungi, maka konflik akan muncul.

Pernyataan sejenis namun dalam tutur kata berbeda juga diungkapkan oleh seseorang di Yahoo!Answer wilayah Amerika Serikat. Konflik muncul karena manusia selalu menjunjung tinggi apa yang mereka lihat dan meyakini kebenaran yang mereka agungkan, serta melihat bahwa aktivitas dan segala hal milik orang lain itu adalah salah dan tidak rasional. Rasa ingin mempertahankan diri sendiri (termasuk juga pemikiran dan ideologi) menyebabkan sering munculnya ketidakselarasan antara satu manusia dengan lainnya atau juga kelompok satu dengan lainnya.

Menurut seorang mantan tentara Amerika Serikat sekaligus penulis buku "On Killing: The Psychological Cost of Learning to Kill in War and Society" bernama Dave Grossman menuliskan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat dasar seperti primata lainnya.

Dalam kerajaan primata lain seperti kera, mayoritas para kera tersebut tidak ingin membunuh spesiesnya sendiri kecuali muncul sesuatu hal yang mengganggu.

Apabila muncul suatu hal yang boleh dikatakan mengganggu, contohnya konfrontasi antar-jenis, maka pihak oponen akan dianggap sebagai inferior dan marabahaya yang harus dilenyapkan. Oleh karenanya, perkelahian atau pertempuran kerap terjadi dan hasil dari perseteruan ini tidak menutup kemungkinan mengakibatkan hilangnya sebuah nyawa.

Namun, dalam Military-sf.com yang ditulis oleh William S Frisbee Jr menyebutkan bahwa ada pengecualian ketika dalam perang. Walaupun seorang tentara atau prajurit tidak menghendaki perang dan pertumpahan darah, karena dia pada waktu itu sudah berada di medan perang, maka mau atau tidak mau, aksi angkat senjata harus tetap terjadi karena dalam situasi tersebut ada satu istilah yang juga kerap digunakan oleh film-film bertemakan perang di Hollywood yaitu "Membunuh atau Dibunuh."

Bahkan menurut seorang psikolog sekaligus profesor dari University of Texas di Austin bernama Dr David M Buss, seperti dituliskan di Reviews Global (01/04) menyatakan bahwa secara mengejutkan sekitar 91 persen pria atau 84 persen wanita memiliki keinginan untuk membunuh makhluk hidup lain (manusia, hewan atau tumbuhan).

Selain Buss, penelitian lain sebelum-sebelumnya juga menyatakan bahwa aktivitas saling bunuh ini merupakan alur dari genetika manusia atau sociobiologi sampai alur evolusi manusia.

Memang tidak dapat memukul rata semua manusia di bumi ini memiliki sifat sebagai pembunuh, namun seorang neurolog bernama Dr Jonathan Pincus dalam bukunya Base Instincts: What Makes Killers Kill? menyatakan bahwa salah satu unsur terbesar dari aksi membunuh manusia lain adalah usaha untuk mempertahankan diri atau menyelamatkan nyawa sendiri.

Akan tetapi, penelitian paling baru justru menyebutkan bahwa selain dari sifat dasar manusia, perubahan iklim adalah salah satu unsur yang menyebabkan munculnya aksi saling bunuh, kekerasan dan perang.

Dikutip dari eConomist (06/08), karena perubahan iklim maka segala sesuatu seperti pangan akan berbeda dari waktu sebelumnya. Dari situlah, semua hal menjadi kacau karena yang kaya akan mendapatkan segala sesuatu dengan mudah sedangkan yang miskin akan berjuang mati-matian untuk sekadar mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Dari ketimpangan tersebut, upaya untuk mengupayakan agar tetap hidup mengakibatkan seseorang rela membunuh lainnya.

Sumber:
·         Sciforums.com
·         Smellslikescience.com
·         Intelligence, Coalitional Killing, and the Antecedents of War American Anthropologist (2007)
·         Richard W Wrangham: Evolution of Coalitionary Killing, in Yearbook of Physical Anthropology (1999)
·         Dave Grossman: On Killing: The Psychological Cost of Learning to Kill in War and Society (1995)
·         Edge.org
·         David Livingstone Smith: The Most Dangerous Animal
·         Uk.answers.yahoo.com
·         Reviewsglobal.org
·         Steve Bareham: War, murder & human nature: why people kill (2013)
·         Military-sf.com
·         Economist.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar